Selasa, 20 Juli 2010

Cerita Islami : Kisah Penjual Susu


Di malam yang pekat dan angin dingin semilir menusuk, Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab sedang menelusuri kota Medinah melalui lorong demi lorong. Di saat seluruh penduduk kota terlelap, sang khalifah tetap terjaga mendatangi satu demi satu rumah untuk mengetahui kondisi rakyatnya.

Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak ingin ada seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.

Malam makin larut hingga tibalah fajar menyingsing. Ketika hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan sebuah gubuk reot. Dari dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya. Dari percakapan itu ternyata mereka adalah penjual susu kambing yang akan menjual hasil perahannya di pasar pagi itu.

"Nak, campurlah susu itu dengan air," pinta sang ibu kepada putrinya. Sang ibu berharap agar ia memperoleh keuntungan lebih banyak dari hasil penjualan susu oplosannya (campuran).

Putrinya menjawab, "Maaf, Bu, tidak mungkin aku melakukannya. Amirul Mukminin tidak membolehkan untuk mencampur susu dengan air, kemudian menjualnya," tolak putrinya dengan halus.

Sang ibu tetap bersikukuh, "Itu suatu hal yang lumrah, Nak. Semua orang melakukannya. Lagi pula Amirul Mukminin tidak akan mengetahuinya," bujuk sang ibu lagi.

"Bu, boleh jadi Amirul Mukminin tidak mengetahui apa yang kita lakukan sekarang, tetapi Allah SWT Maha Melihat dan Mengetahui!" jawab sang putri salehah.

Haru dan bahagia membuncah di dada Amirul Mukminin. Betapa ia kagum akan kejujuran dan keteguhan hati sang gadis miskin tersebut. Mungkin gadis tersebut miskin harta, tetapi begitu kaya hatinya. Amirul Mukminin teringat akan tujuannya semula dan bergegas menuju masjid untuk shalat Fajar bersama para sahabat.

Usai melaksanakan shalat di masjid, Umar bin Khaththab segera memangil putranya yang bernama 'Ashim. Beliau segera memerintahkan 'Ashim untuk melamar putri penjual susu yang jujur tersebut karena memang sudah saatnya 'Ashim untuk berumah tangga. Tidak lupa Amirul Mukminin menceritakan keluhuran hati gadis penghuni gubuk reot tersebut kepada putranya.

"Aku melihat dia akan membawa berkah untukmu kelak jika kamu mempersuntingnya menjadi istrimu. Pergilah dan temui mereka, lamarlah dia untuk menjadi pendampingmu. Semoga kalian dapat melahirkan keturunan yang akan menjadi pemimpin umat kelak!" ujar Umar bin Khaththab kepada putranya, 'Ashim.

Akhirnya, 'Ashim menikahi gadis berhati suci itu dan lahirlah seorang putri bernama Laila. Ia tumbuh menjadi gadis yang taat beribadah dan cerdas. Saat dewasa, Laila dipersunting oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin besar yang disegani. Dia mewarisi keagungan akhlak neneknya dan kepemimpinan buyutnya, Umar bin Khaththab. (Dikutip dari www.ceritainspirasimuslim.blogspot.com)


Senin, 26 April 2010

Budaya Membaca : Dari Kecil Terbiasa, Sudah Besar Terbawa

Oleh : Amirul Khair


Seorang anak kecil berumur sekira 3 tahun sedang asyik membolak-balik halaman demi halaman sebuah buku bergambar yang diambilnya dari salah satu rak buku di Waroeng Pintar Dato Seri di kawasan Kampoeng Niaga Batangkuis.
“Iii…kambing, ayam, lembu…….durian, jagung, jeruk…….” sambil terus membuka halaman dan menyebutkan satu persatu gambar yang dilihatnya seakan-akan sudah pandai membaca.
Saif, nama anak kecil tersebut yang menurut ibunya Ernawati, sebenarnya belum pandai membaca. Ia hanya menyebutkan nama binatang dan jenis buah-buahan yang gambarnya terpampang di buku tersebut tanpa mengetahui rangkaian huruf-huruf yang membentuk sebuah kata menjelaskan nama gambar yang ada.
Menurut Ernawati yang mengaku sejak setahun terakhir konsentrasi mengurus 3 anaknya yang masih kecil-kecil, upaya yang dilakukannya merupakan metode pendidikan untuk menanamkan budaya gemar membaca meski belum mengenal huruf-huruf.
Ada istilah yang mengatakan, “Dari kecil terbiasa, sudah besar terbawa” sehingga menanamkan suatu kebiasaan harus dari kecil yang dampaknya akan menjadikan kebiasaan pula bila kelak sudah besar.
Mengikuti perkembangan metode pembelajaran yang jauh berbeda ketika dirinya masih kecil, harus dipahami orangtua zaman sekarang. Dulu, pengenalan ilmu pengetahuan disandarkan secara utuh kepada guru di sekolah di tingkat SD. Sekarang peranan orangtua justeru harus aktif untuk membimbing anak-anaknya di luar bangku sekolah alias tatkala berada di rumah.
Metode pembelajaran dulu, orangtua selalu marah bahkan tak jarang harus memukul kalau anaknya tidak mau belajar. Dan sekarang, pengawasan dan pembiasaan dengan keramahtamahan harus menjadi cara orangtua agar anaknya rajin belajar.
Salah satunya adalah mengenalkan anak-anak belajar sejak dini dengan selalu mendampinginya termasuk menanamkan kecintaan agar gemar membaca buku.

Rangsang Kecerdasan
Kepala Sekolah Raudhatul Atfal (RA-TK) Yayasan Pendidikan BKM Nurul Iman Desa Durian Siti Aisyah, S PdI mengatakan, konsep pendidikan terhadap anak harus menanamkan kecintaan terhadap sesuatu sejak kecil. Anak diusia dini, akan lebih cepat ‘merekam’ dan meniru suatu aktivitas sehingga akan menjadi kebiasaan termasuk menanamkan budaya gemar membaca sejak dini.
Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan tentunya melalui pengawasan yang intens tidak saja memunculkan kegemaran, tapi sangat berfungsi dalam merangsang kecerdasan anak menjadi lebih kreatif.
Perlu dipahami katanya, mencerdaskan anak tidak boleh memaksa mereka melakukan sesuatu yang berada di luar kemampuannya. Keberhasilan seorang guru dalam mengajar bukan ditentukan dengan target yang sudah dicanangkannya, tapi bagaimana anak tersebut dapat mengikutinya dengan santai tanpa ada tekanan psikologis yang justeru membuatnya sulit mencerna materi yang disampaikan.
Karenanya, pembiasaan-pembiasaan terhadap anak harus dimulai sejak dini agar mereka berkembang sesuai dengan kondisi psikologis mereka tanpa memaksakan di luar kemampuannya.
Aisyah menuturkan, metode “Quantum Learning” merupakan pembelajaran yang mendorong seorang anak agar bisa mempergunakan daya kecerdasannya melalui motivasi yang ringan tapi bernilai.
Bermain sambil belajar, berwisata sambil belajar atau mengemas metode pembelajaran dengan permainan yang disukainya merupakan metode yang sangat bagus sehingga tidak saja minat yang didorong, kecerdasan juga menjadi bagian hasil akhir dari pembelajaran tersebut.
Sayangnya kata Aisyah, sekolah di pedesaan termasuk madrasah (sekolah) RA yang dipimpinnya, fasilitas pengadaan buku-buku bacaan termasuk untuk anak-anak sangat minim.

Jendela Dunia
Pengelola Waroeng Pintas Dato Seri Hotma Darwis, SH menjelaskan, membaca merupakan upaya untuk membuka ‘Jendela Dunia’. Tanpa adanya minat membaca mustahil seorang akan bisa melihat kompetisi di dunia ini yang menghamparkan berbagai peluang namun bersyarat kemampuan..
Budaya gemar membaca harus dicanangkan semua orang termasuk orangtua yang selama ini hanya memerankan diri sebagai ‘Penitip’ sejati anak-anaknya kepada para guru.
Kehadiran Waroeng Pintar Dato Seri yang menyediakan ribuan buku bacaan untuk berbagai tingkatan termasuk buku-buku bacaan untuk anak-anak prasekolah, salah satunya bertujuan meningkatkan kegemaran membaca buku.
“Penanaman budaya gemar membaca sejak dini merupakan cara cerdas untuk mempersiapkan anak mampu membuka jendela dunia yang begitu kompetitif” paparnya.

Perbanyak Perpustakaan
Menurut Hotma, perhatian terhadap penyediaan buku-buku bacaan untuk masyarakat termasuk anak-anak harus serius. Pemerintah harus segera memperbanyak perpustakan sampai ke tingkat pedesaan yang sangat minim mendapatkan kesempatan membaca buku.
Konsep pendidikan yang berkeadilan semestinya bisa dirasakan masyarakat khususnya anak-anak usia produktif bersekolah untuk mendapatkan fasilitas buku semisal dalam bentuk perpustakaan yang diadakan sampai ke pedesaan.
Pengadaan perpustakaan sampai ke pedesaan juga upaya untuk menyuburkan budaya gemar membaca sejak dini. “Kita melihat minat baca anak-anak di pedesaan sebenarnya sangat tinggi. Terbukti di Waroeng Pintar ini saja pengunjungnya kebanyakan anak-anak” tandasnya.
Untuk itu, menumbuhkan budaya gemar membaca ini terlebih buat anak-anak sejak dini, pengadaan perpustakaan sampai ke pedesaan harus segera dilaksanakan.
“Apa kata dunia kalau anak-anak Indonesia, perpustakaan saja tak ada. Sementara di negara lain, anak seumuran SD bahkan TK sudah mampu menggunakan komputer dan internet” ungkap Hotma sembari menegaskan, saatnya jendela dunia harus terbuka lebar untuk anak-anak Indonesia.

Teks Foto
Analisa/amirul khair

GEMAR MEMBACA SEJAK DINI : Upaya untuk menanamkan budaya gemar membaca kepada anak sejak dini harus menjadi perhatian sehingga melahirkan generasi-generasi berwawasan dan berkualitas.

Rabu, 06 Januari 2010

HUT ke-6 Sergai

Dirgahayu ke-6 Kabupaten Serdang Bedagai

Oleh : Amirul Khair

“Serdang Bedagai” atau sering disingkat “Sergai”, siapa yang tidak tahu ? Andai ada orang di Sumatera Utara tidak tahu minimal mendengar namanya, yang pasti orang tersebut bukan tipe golongan peminat baca koran.

Hampir setiap hari, media cetak khususnya terbitan Kota Medan pasti memuat pemberitaan terkait Sergai dengan mottonya “Tanah Beradat Negeri Bertuah” yang tepat tanggal 7 Januari 2010 berusia genap 6 tahun.

Usia 6 tahun masih masa yang sangat relatif muda bahkan termasuk kategori anak-anak yang belum akil balig (dewasa) dan belum dibebani kewajiban seperti orang dewasa.

Seorang anak balita, bila dalam pertumbuhannya tidak diberi asupan bergizi, tentu pertumbuhannya akan lamban dan tidak sehat. Sebaliknya, asupan gizi yang berimbang kepada balita akan menciptakan anak-anak sehat dan cerdas serta berkualitas.

Kepakan Sayap

Kabupaten Serdang Bedagai memang masih kategori anak-anak yang baru lepas dari status kebalitaannya. Namun, diusianya yang masih belia tersebut, ‘acungan jempol’ pertanda salut sangat wajar untuk diapresiasikan atas prestasi laju pembangunan yang sudah ditorehkan.

Mengukur kesuksesan pada perolehan limit tertentu bukanlah hal yang objektif. Namun paling tidak, ada standard yang menjadi kerangka acuan untuk mengukur sebuah kesuksesan dari sebuah program pembangunan yang digulirkan.

Filosofis “hari ini harus lebik baik dari sebelumnya” tampaknya menjadi komitmen Bupati HT Erry Nuradi dan wakilnya H Soekirman yang sudah sekira 4,5 tahun memimpin dalam memacu laju pembangunan di daerah yang kaya akan potensi pertanian serta salah satu penghasil beras di Sumut dan tercatat surplus setiap tahunnya.

Kepakan sayap pembangunan di Sergai dalam berbagai bidang yang langsung menyentuh masyarakat dan pasti menjadi prioritas telah menorehkan prestasi spektakuler sebagai kabupaten yang baru dimekarkan dari Deli Serdang ini.

Tercatat, sejak tahun 2006 sampai tahun 2009, Sergai meraih 123 penghargaan dengan klasifikasi, 47 jenis penghargaan tingkat nasional dan internasional serta 76 jenis penghargaan tingkat Provinsi Sumatera Utara. Dan lebih spektakulernya lagi, penghargaan tersebut hampir merata di segala aspek pembangunan yang diperankan pemerintah bersama masyarakatnya.

Komitmen dan Kebersamaan

Mungkin, tidak banyak kabupaten/kota di Indonesia yang baru dimekarkan memiliki prestasi luar biasa dalam memacu laju pembangunan seperti yang telah diraih Sergai. Apapun pertimbangannya, sangat wajar bila sebuah kabupaten/kota yang baru dimekarkan akan mengalami hambatan dalam percepatan pembangunan terlebih masih dalam kurun waktu 6 tahun.

Namun, tidaklah berlebihan bila Penulis mengecualikan Sergai dan layak menerima pengecualiaan tersebut bila ditinjau dari kacamata keberadaannya yang masih baru dengan prestasi yang telah diraih.

Setidaknya, ada dua aspek yang menjadikan Sergai mampu melaju bak ‘meteor’ dalam memacu ketertinggalannya dari kabupaten/kota lain yang telah lama ada, Yakni, komitmen pemimpin daerahnya dan kebersamaan rakyat untuk saling bahu membahu serta berpartisipasi dalam pembangunan.

Duet kepemimpinan HT Erry Nuradi dan H Soekirman cukup berhasil dalam menanamkan mental tanggung jawab kepada jajarannya dalam mengemban amanah dan memaknai arti tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat, meski masih ada pejabat yang tidak siap dalam merealisasikan tanggung jawab tersebut.

Potret pejabat yang tidak siap dengan tanggung jawab tersebut juga merupakan hal yang wajar karena memang tidak ada orang dan sesuatu yang sempurna namun harus terus diminimalisir.

Sehebat dan secerdas serta sekuat apapun pemimpinnya, bila tidak didukung rakyatnya, mustahil akan mampu memimpin sebuah daerah terlebih setingkat kabupaten menuju keberhasilan pembangunan disegala aspek yang mampu menyejahterakan rakyatnya.

Rasa kebersamaan yang diimplementasikan dalam bentuk kesadaran dan partisipasi masyarakat selama ini merupakan kunci keberhasilan Sergai dengan berbagai prestasinya. Sehingga wajarlah berbagai penghargaan baik tingkat nasional dan internasional terlebih provinsi diberikan kepada negeri “Tanah Beradat Negeri Bertuah” ini.

Komitmen pemimpin untuk menyejahterakan rakyat secara adil dan merata serta kebersamaan mendukung pembangunan lewat partisipasi inilah yang harus terus dipupuk dan dijaga agar tetap terjalin. Bahkan, sinerjisasi ini harus ditumbuhkan lebih subur lagi karena hasil dari komitmen dan kebersamaan tersebut akan kembali kepada seluruh masyarakat Sergai secara utuh.

Masih Banyak “PR”

Puas dengan apa yang telah diraih bukanlah ciri-ciri orang yang sukses. Namun bukan berarti, orang yang tidak puas kategori orang yang serakah. Untuk kebaikan orang banyak, rasa puas adalah sikap yang salah. Sebab, kemajuan memang harus terus diwujudkan terlebih dengan perkembangan zaman yang sangat kompetitif.

Bagi HT Erry Nuradi dan H Soekirman serta pejabat di jajaran Pemkab Sergai, masih banyak “Pekerjaan Rumah” (PR) yang harus dituntaskan untuk menjadikan kehidupan masyarakat Sergai laksana hidup di alam ‘nirwanis’ (surgawi).

Penghargaan yang diraih hanya motivasi untuk terus berbuat yang terbaik bagi rakyat. Esensinya adalah, menjadikan setiap rakyat Sergai merasakan kenyamanan, kebahagiaan dan kesejahteraan yang adil dan merata.

Secara kuantitatif, pembangunan di Sergai dengan keterbatasan sebagai kabupaten yang baru dimekarkan cukup baik dalam memaju laju pembangunan yang sudah dilakukan. Namun, secara kualitatif, masih terlalu banyak yang perlu dibenahi untuk membangun Sergai secara utuh terlebih untuk menjadikannya menjadi salah satu kabupaten terbaik di Indonesia.

Selamat ulang tahun ke-6 Kabupaten Serdang Bedagai. Semoga lebih baik lagi ke depan dengan pembangunan yang langsung dirasakan masyarakat.. Dirgahayu ke-6 Serdang Bedagai.


Tradisi


Bubur ‘Asyura’, Tradisi yang Tak Lekang Ditelan Zaman

Oleh : Amirul Khair


Bagi umat Islam, tanggal 10 Muharram tahun hijriyah merupakan momen sakral yang tidak lepas dari perjalanan sejarah dalam Islam itu sendiri. Ada banyak peristiwa penting yang terjadi di masa abad-an silam di antaranya, diterimanya tobat Nabi Adam AS karena melanggar perintah Allah SWT agar tidak memakan ‘Buah Khuldi”.

Selain itu, keluarnya Nabi Yusuf AS dari dalam telaga dan Nabi Yunus AS dari perut ikan juga menjadi bagian peristiwa tanggal tersebut selalui diperingati dengan hari “Asyura” atau hari ke-10 dari bulan Muharram.

Bagi umat Islam suku Banjar di Desa Kubah Sentang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, setiap kali tanggal 10 Muharram tiba, selalu dilakukan tradisi yang sampai sekarang tak lekang ditelan zaman yakni, membuat bubur ‘Asyura’ yang kemudian dimakan secara bersama-sama.

Tahun ini, tradisi makan bubur “Asyura’ bersama ini dilaksanakan umat Islam suku Banjar Desa Kubah Sentang di Masjid Jami Dusun II, Jumat (1/1) bertepatan dengan tahun baru masehi 2010 namun tidak tepat tanggal 10 Muharram.

Pasalnya ungkap tokoh agama dan masyrakat suku Banjar setempat Buchri M, pelaksanaannya menunggu waktu masyarakat bisa berkumpul bersama dan hanya tepat untuk dilaksanakan hari Jumat usai melaksanakan salat fardu Jumat.

Tradisi makan bubur ‘Asyura’ bersama ini ungkap Ambi, tokoh suku Banjar lainnya, sudah menjadi tradisi sejak lama dan belum pernah tidak dilaksanakan setiap tahunnya meski dilaksanakan secara sederhana.

Konon menurut orangtua mereka, makan bersama bubur ‘Asyura’ berasal dari peristiwa pemboikotan kaum kafir quraisy kepada keluarga Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya sehingga umat Islam saat itu merasakan kelaparan dan terpaksa memakan berbagai dedaunan untuk bisa bertahan hidup.

Karenanya, pembuatan bubur ‘Asyura’ yang sebenarnya dikenal dengan bubur pedas sama seperti dengan suku Melayu. Namun ada perbedaan cara memasaknya. Kalau bubur pedas suku melayu cara memasaknya tidak dicampurkan dengan dedaunan. Tapi, pembuatan bubur pedas ‘Asyura’ di suku Banjar, semua dedaunan yang berjumlah puluhan tersebut dilebur menjadi satu dan dimasak langsung dengan bubur dari beras tersebut.

Silaturahim

Selain mengikuti tradisi yang berlaku di suku Banjar khususnya di Desa Kubah Sentang, tradisi makan bersama bubur ‘Asyura’ ini tambah Ambi, sebagai sarana untuk bersilaturahim dengan sesama masyarakat yang mungkin jarang berjumpa sehari-hari meski bertetangga.

Pembuatan bubur ‘Asyura’ dimasak bersama-sama kaum ibu dan bahan-bahannya dari masyarakat secara bergotongroyong kemudian disajikan kepada khalayak ramai yang datang berkumpul sehingga terjalin suasana kekeluargaan.

Kemasan acaranya juga dilakukan tidak formal. Layaknya seperti makan bersama keluarga di rumah, demikian juga tradisi makan bubur ‘Asyura’ bersama yang digelar masyarakat muslim suku Banjar Desa Kubah Sentang ini.

Saat Penulis ikut serta dalam tradisi tersebut, terasa suasana kebersamaan antar masyarakatnya. Kaum laki-laki baik tua, muda maupun anak, duduk sila bersama di atas lantai beralas tikar sambil menyantap bubur pedas ‘Asyura’.

Sementara kaum ibu, juga ikut makan bersama dan beberapa di antaranya sibuk melayani memasukkan bubur ke dalam piring satu persatu setelah dipindah dari kuali wadah memasak bubur ukuran besar di atas tungku api.

Teks Foto

BUBUR ASYURA : Masyarakat muslim suku Banjar Desa Kubah Sentang menyantap bubur ‘Asyura’ bersama-sama yang sudah menjadi tradisi setiap kali 10 Muharram tiba di Masjid Jami.

SIAPKAN : Kaum ibu menyiapkan bubur ‘Asyura’ untuk disantap bersama-sama.




Gebyar Muharram 1431 Hijriyah


Tausiah Muharram Tahun Baru Islam 1431 Hijriyah



Remaja Masjid Jami Desa Kubah Sentang Kec. Pantai Labu - Deli Serdang
menampilkan zikir



Apresiasi visualisasi puisi bertajuk "SENANDUNG KETAKWAAN"



para juara lomba busana muslim, azan, hapalan alQuran urat-surat pendek
Pada rangkaian "Gebyar Muharram 1431 H"
Remaja Masjid Jami Kubah Sentang



Remaja Masjid Jami Kubah Sentang mengusung perubahan
menuju generasi-generasi muslim berkarakter dan bertakwa
dengan membalut jiwa dan raga dengan 'Semangat Masjid"